Team Program 'Masjid Gaharu' Kota Depok

1.Ganif Aswoko , email: aswokoganif@gmail.com



2.Taqyuddin SSi MHum , email: taqygeo@gmail.com




Sabtu, Mei 23, 2009

Panen Gaharu

Bulan April 2009 yang lalu, di kebun gaharu milik Bapak Jonhy Wangko di Sukabumi Jawa Barat, telah dilakukan panen gaharu. Gaharu yang dipanen berumur 8 tahun, 3 tahun setelah penyuntikan serum. Panen disaksikan oleh Dr. Ir. Faisal Salampessy, SH. Dipl. Int, selaku Sekjen ASGARIN dan juga perwakilan dari Litbang Deartemen Kehutanan.
Dari Panen kali ini, diperoleh hasil gaharu kira-kira 60 kg/batang gaharu kering, dengan harga jual bervariasi sesuai kwalitas, yaitu Rp. 500.000 per kg, 3 juta/kg dan 6 juta /kg.

Pada hari Jumat, tgl 22 Mei 2009, di Jakarta, Bapak Ganif Aswoko, Ketua DMI Kota Depok, Bapak Taqyuddin SSi MHum, dari Universitas Indonesia, bapak Jonhy Wangko sebagai pelopor budidaya gaharu dan Dr. Ir. Faisal Salampessy, SH. Dipl. Int, Sekjen ASGARIN bertemu untuk menentukan langkah langkah yang akan dilakukan guna mensukseskan program budidaya gaharu di Indonesia.

Dalam waktu dekat diharapkan Universitas Indonesia bisa mengadakan semacam forum diskusi atau seminar bertaraf internasional, membahas tentang budidaya gaharu di Indonesia. Dengan harapan masyarakat Indonesia lebih paham dan ikut mensukseskan budidaya gaharu. Menurut Ganif Aswoko, budidaya gaharu Indonesia sebenarnya lebih maju daripada negara lain seperti Vietnam, India dan Malaysia.

Dalam kesempatan sebelumnya, bapak Salampessy dan Bapak Tarmizi Taher (Ketua DMI Pusat) sepakat untuk mengembangkan budidaya gaharu melalui jalur masjid di seluruh Indonesia.

Masyarakt yang ingin menanam gaharu tidak perlu kawatir tentang penjualan gaharu hasil panen nanti, karena ASGARIN akan menampung gaharu dari seluruh Indonesia, dengan harga sesuai kwalitas/standard mutu.

Senin, Mei 04, 2009

Inokulasi Percepat Produksi Gaharu

Untuk mengantisipasi kemungkinan punahnya pohon penghasil gaharu jenis-jenis langka sekaligus pemanfaatannya secara lestari. Badan Litbang Kehutanan melakukan upaya konservasi dan budidaya serta rekayasa untuk mempercepat produksi gaharu dengan teknologi induksi atau inokulasi.

Serangkaian penelitian yang dilakukan Badan Litbang Kehutanan saat ini telah menghasilkan teknik budidaya pohon penghasil gaharu dengan baik, mulai dari perbenihan, persemaian, penanaman, hingga pemeliharaannya. Sejumlah isolat jamur pembentuk gaharu hasil eksplorasi dari berbagai daerah di Indonesia telah teridentifikasi berdasar ciri morfologis. Penelitian yang dilakukan juga telah menghasilkan empat isolat jamur pembentuk gaharu yang telah teruji dan mampu membentuk infeksi gaharu dengan cepat. Inokulasi menggunakan isolat jamur tersebut telah menunjukkan tanda-tanda keberhasilan hanya dalam waktu satu bulan. Ujicoba telah dilakukan di Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Jawa Barat dan Banten.

Secara teknis, garis besar tahapan rekayasa produksi gaharu dimulai dengan isolasi jamur pembentuk yang diambil dari pohon penghasil gaharu sesuai jenis dan ekologi sebaran tumbuh pohon yang dibudidayakan. Isolat tersebut kemudian diidentifikasi berdasar taksonomi dan morfologi lalu dilakukan proses skrining untuk memastikan bahwa jamur yang memberikan respon pembentukan gaharu sesuai dengan jenis pohon penghasil gaharu agar memberikan hasil optimal. Tahap selanjutnya adalah perbanyakan jamur pembentuk gaharu tadi, kemudian induksi, dan terakhir pemanenan.

Di pasaran dalam negeri, kualitas gaharu dikelompokkan menjadi 6 kelas mutu, yaitu Super (Super King, Super, Super AB), Tanggung, Kacangan (Kacangan A, B, dan C), Teri (Teri A, B, C, Teri Kulit A, B), Kemedangan (A, B, C) dan Suloan. Klasifikasi mutu tersebut berbeda dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang membagi mutu gaharu menjadi 3 yaitu Klas Gubal, Kemedangan, dan Klas Abu. Perbedaan klasifikasi tersebut sering merugikan pencari gaharu karena tidak didasari dengan kriteria yang jelas.

dari beberapa sumber.